Catatan Akhir Tahun BPR Menyambut 2025

Oleh: D.Wijaya
Kondisi Industri BPR di tanah air dalam tahun 2024 sebagian tergambar di acara Rapat Kerja Nasional (rakernas) Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat Indonesia (PERBARINDO) yang dilaksanakan pada Jumat 18-19 Oktober 2024 lalu di kota Padang, Sumatra Barat. Penulis yang hadir di acara itu, mencermati kata sambutan Ketua Umum Perbarindo, Tedy Alamsyah berikut ini.
Disebutkan, “Bank Perekonomian Rakyat sebagai bagian integral dari pengembangan UMKM, peran BPR dan BPRS menjadi sangat strategis dalam memastikan akses permodalan dan layanan keuangan yang memadai bagi pelaku usaha kecil”, mengahadapi banyak tantangan. Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, di acara yang sama menyebutkan “industri BPR BPRS saat ini menghadapi tiga kendala utama, pertama mengenai modal dan disparitas nya, kedua mengenai tata kelola dan manajemen risiko, ketiga adalah persaingan usaha”.
Catatan pendek di rakernas itu, penulis sandingkan dengan data statistic perbankan Indonesia (SPI) berikut dalam tabel. Perbandingan jumlah Bank BPR dengan bank umum 13:1; Bank BPR di Indonesia per Sept 2024 berjumlah 1.377 BPR, sementara bank umum hanya 105.
Dalam kurun waktu lima tahun, aset BPR di Indonesia mengalami pertumbuhan, demikina juga Bank Umum. Namun demikian pertumbuhan asset BPR masih lebih lambat dibandingkan Bank Umum, dengan trend share BPR yang semakin kecil, demikian juga halnya dengan penyaluran kredit.
Dari sisi jumlah bank, jumlah BPR 13:1 bank umum. Sebaliknya jumlah kantor Bank Umum 4:1 jumlah kantor BPR. Data lain menggambarkan, dalam kurun waktu lima tahun ada 129 BPR yang ditutup ijin usahanya. Bahkan OJK menilai, jumlah BPR gemuk, dalam lima tahun ke depan, diharapkan jumlah tersebut terus menurun hingga menjadi 1.000 BPR lewat konsolidasi” tulis investor.id pada 6 Pebruari 2023 setahun lalu dengan judul “Jumlah BPR Bakal Dipangkas, Merger Besar-besaran?”
Data lainnya, kinerja keuangan bank umum (konvensinonal) lebih baik dibandingkan dengan kinerja keuangan BPR, yang ditunjukkan oleh rasio-rasio efesiensi dan profitabilitas berikut. Rasio BOPO Bank Umum 78,79% : 88,12% (BPR); NPL 2,21% :11,72% (BPR Konvensional) dan ROA bank umum 2,76 %; ROA BPR 1,24%. Khusus BPR di Bali, periode September 2024 sebagai berikut: BOPO 101,69% ; NPL 14,73% dan ROA 0,55%
Rasanya belum pulih dampak covid19, relaksasi sudah dicabut OJK pada maret 2024 lalu, menyusul kemudian lahir Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1 Tahun 2024 yang efektif mulai berlaku Januari 2025. POJK 1 2024 tentang Kualitas Aset Bank Perekonomian Rakyat (BPR) utamanya mengatur mengenai kualitas aset, kewajiban perhitungan Penyisihan Penilaian Kualitas Aset (PPKA) dan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Diatur juga mengenai restrukturisasi kredit, properti terbengkalai, Agunan Yang Diambil Alih, hapus buku, kebijakan perkreditan dan prosedur perkreditan, yang menjadi tantangan tersendiri bagi BPR khususnya BPR dengan asset kecil. Lebih lebih bagi BPR yang memiliki modal inti kurang dari 6 milyar rupiah. Catatan penulis hingga akhir September 2024 masih ada 17 BPR yang memilili ekuitas dibawah 6 milyar, terdapat 20 BPR di Bali yang mengalami kerugian dan ada 47 BPR dengan asset kecil, dibawah 50 milyar.
Pertanyaannya, dengan berbagai kelemahan, kondisi dan tantangan yang dihadapi selama ini, bagaimana BPR menghadapi tahun 2025 mendatang, apakah optimis, berat atau sebaliknya pesimis. Pesan bijaknya, “Kelemahan yang ada akan menjadi kekuatan jika mampu mengambil pelajaran dari kelemahna itu sendiri.”
Penulis: Dirut BPR Sarijaya, Wakil Ketua Bidang Litbang DPD Perbarindo Bali