Catatan Kecil dari Evkin BPR/S Bali, Semester II-2024

Catatan Kecil dari Evkin BPR/S Bali, Semester II-2024
Oleh: D.Wijaya
Evaluasi kinerja (Evkin) BPR/S di Bali untuk semester II tahun 2024 yang diselenggarakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bali pada Rabu 11 Desember 2024 di Ballroom Hotel The Meru Sanur Jl. Hang Tuah, Sanur Kaja, Denpasar, menyisakan catatan dan harapan penulis sebagai berikut.
Materi evkin disampaikan oleh Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) kantor OJK Bali, Ananda R. Mooy. Pemaparannya dimulai dari kondisi pertumbuhan ekonomi Bali pada triwulan (tw) III-2024 sebesar 5,43% (yoy). OJK menilai bahwa pertumbuhan ekonomi Bali lebih tinggi dibandingkan tw III-2023: 5,36% (yoy). Disebutkan juga, “Laju pertumbuhan ekonomi Bali lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan Nasional 4,95%, dan berada pada posisi ke-6 tertinggi secara nasional”, kata Ananda.
Dijelaskan juga, bahwa pertumbuhan ekonomi Bali pada tw III-24 didorong oleh aktivitas pariwisata Bali yang semakin menggeliat. Hal itu didukung dengan adanya jumlah kunjungan wisatawan, tingkat penghunian kamar (TPK), penerimaan pajak hotel dan restoran yang meningkat.
Untuk penyaluran kredit BPR/S di Bali, disebutkan mengalami kontraksi, pertumbuhan kredit lebih dominan pada sektor Bukan Lapangan Usaha, sementara Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh melambat. Dari sisi permodalan dijelaskan, masih tergolong sangat baik dimana Capital Adequacy Ratio (CAR) ≥ 15%. Sementara tren Non Performing Loan (NPL) masih mengalami peningkatan dan tergolong tinggi mencapai angka diatas 10 persen, dan ratio Return On Asset (ROA) rendah, 0,17% lebih rendah dari angka nasional 1,25%.
Pemetaan kondisi BPR/S Bali bila dilihat dari sisi loan to deposit ratio (LDR) dan NPL, terdapat 75 BPR/S yang berada di kwadran I (NPL dan LDR rendah). Ada 17 yang berada di kwadran II (NPL rendah, tapi LDR tinggi); di kwadran III (NPL tinggi LDR tinggi) ada 4 dan di kwadran ke IV (NPL tinggi LDR rendah) ada 34 BPR/S.
Kondisi lain yang juga mengkhawatirkan adalah: dalam waktu 5 tahun, terjadi peningkatan agunan yang diambil alih (AYDA). Tercatat pada Desember 2019 lalu, AYDA BPR/S mencapai angka Rp428,85 Milyar, dan meningkat 117,49% menjadi Rp.933 Milyar pada Oktober 2024.
Optimistis atau Berdiam Diri
Untuk pemetaan dan kondisi tersebut diatas, penulis mencatat bahwa sebagian besar (83% lebih) kemampuan intermediasi (penyaluran kredit) BPR/S Bali masih rendah, sebagian lainnya (29% lebih) NPL tinggi. Dominan BPR/S Bali masih wait and see, menunggu kondisi ekonomi lebih baik, konsolidasi internal. Sejatinya permasalahan NPL tinggi, dapat terselesaikan dengan ekspansi kredit, masalahnya adalah: dampak dari covid-19 “menyisakan lubang besar dan dalam”, AYDA meningkat 117 persen lebih. Barangkali karena alasan ini, akhirnya ada BPR/S yang “terpaksa berani” masuk ke kwadran III. Penulis menyebutnya “lebih baik berani spekulasi, optimistis dari pada berdiam diri dipinggir lubang besar”.
Data menarik lainnya adalah: adanya kekosongan pengurus. sampai dengan Oktober 2024 terdapat BPR/S yang pengurusnya tidak lengkap, mencapai 32 Direksi dan 25 Dewan komisaris. Kekurangan pengurus ini sudah berlangsung dua tahun lebih (Desember 2022 ada 19 kursi Direksi, dan 27 Komisaris yang tidak terisi). Apakah ini pertanda sulitnya calon direksi untuk lulus pit n proffer test atau karena “ketakutan” kandidat pengurus untuk menghadapi regulasi yang mengatur BPR/S?.
Yang juga menjadi tantangan BPR/S Bali kedepan adalah pemberlakuan POJK: 1/2024 yang mengatur mengenai kualitas aset, kewajiban Penyisihan Penilaian Kualitas Aset (PPKA) dan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). OJK-Bali mencatat, terdapat 50 BPR/S yang perhitungan CKPN nya lebih kecil dari PPKA, dilain sisi ada 4 BPR yang sebelumnya memiliki Modal inti diatas Rp6 Milyar terancam turun, dan ada juga dua (2) yang sebelumnya memiliki CAR diatas 12% terancam turun dibawah 12%.
Untuk yang terahkir ini penulis mempunyai catatan sekaligus permohonan relaksasi dari otoritas. Catatan penulis hingga akhir September 2024 masih ada 17 BPR yang memilili ekuitas dibawah Rp6 milyar, terdapat 20 BPR di Bali yang mengalami kerugian dan ada 47 BPR dengan asset kecil (dibawah 50 milyar),terdapat 69 BPR yang menyampaikan kekurangan perhitungan CKPN. Dampak ikutan pemberlakuan CKPN dikawatirkan menghambat keberlangsungan usaha BPR/S, secara bisnis BPR/S tidak lagi menarik investor, dan peran BPR/S “sebagai bagian integral dari pengembangan UMKM” (kata ketua DPP Perbarindo) tidak lagi ada. Seiring dengan permohonan pengurus Perbarindo, kiranya pemberlakuan CKPN ini dapat kiranya mendapat relaksasi.
Penulis: Dirut BPR Sarijaya, Ketua Litbang DPD Perbarindo Bali