Beban Sedikit Berkurang: Ada Kebijakan Perpanjangan Jangka Waktu AYDA

Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) menjadi salah satu momok yang dihadapi sejumlah BPR di Bali, mengancam permodalannya. Secara agregat AYDA BPR di Bali mencapai Rp.541,3 milyar (Des. 2023), jumlah meningkat menjadi Rp672,5 milyar pada September 2024 dan pada Desember 2024 meningkat mencapai angka Rp.1 triliun lebih.
Kondisi ekonomi regional (Bali) turut andil menyulitkan penjualan AYDA ini. Kondisi ekonomi Bali belum sepenuhnya pulih khususnya sektor real estate. Deputi Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan OJK Provinsi Bali, Ni Made Novi Susilowati, menyebutkan “sektor ekonomi real estate belum sepenuhnya membaik”. Hal ini disampaikan pada acara sosialisasi skema kebijakan perpanjangan jangka waktu AYDA pada Rabu, 26 Februari 2025 melalui zoom kepada industri BPR di Bali.
Belum genap seminggu catatan penulis yang berjudul “Meneropong Industri BPR-BPRS: Ada Beban Berat Kedepan”, menjadi sedikit terjawab dan beban BPR menjadi sedikit lebih ringan dengan hadirnya surat OJK Nomor: S-39/KO.18/2025 tertanggal 21 Februari 2025 ini.
Surat OJK S-39 tersebut perihal “Penyampaian Kebijakan Perpanjangan Jangka Waktu AYDA Sebagaimana Pasal 40 ayat (6) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Kualitas Aset Bank Perekonomian Rakyat” yang intinya menetapkan tambahan waktu penyelesaian AYDA selama 2 (dua) tahun.
Relaksasi AYDA ini hanya berlaku khusus untuk BPR di Bali, mengatur: perhitungan AYDA Tanah dan/atau Bangunan sebagai faktor pengurang modal inti BPR dalam perhitungan rasio KPMM menjadi sebesar: a. 15% dari nilai AYDA yang dimiliki lebih dari 3 (tiga) tahun s.d. 5 (lima) tahun; b. 50% dari nilai AYDA yang dimiliki lebih dari 5 (lima) tahun s.d. 7 (tujuh) tahun; dan/atau c. 100% dari nilai AYDA untuk AYDA yang dimiliki lebih dari 7 (tujuh) tahun. Kebijakan ini berlaku hingga 31 Desember 2026.
Ananda R. Mooy, Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan OJK Provinsi Bali, berpesan kepada BPR “AYDA harus segera di cairkan, sehingga dananya bisa dipakai untuk menyalurkan kredit kembali, karena kredit bersumber dari dana pihak ketiga dan modal BPR” katanya. AYDA bukanlah produk dan layanan BPR, tetapi imbas dari kredit yang bermasalah, macet yang harus segera diselesaikan, dicairkan. Ananda R. Mooy menambahkan “kebijakan khusus ini waktunya tidak terlalu panjang, diharapkan masing-masing BPR berbenah diri segera: melakukan peguatan permodalan, manajemen risiko dan tata kelola yang memadai”. /D.Wijaya